Oct 14, 2009

Belajar dari Kerbau?


“Lari, lari, Saijah, teriak adik-adik Adinda, lari, ada macan!”


Kerbau Saidjah, terbawa oleh kecepatannya sendiri, terlewat beberapa loncatan dari tempat di mana tuannya kecil menunggu maut. Oleh kecepatannya sendiri, bukan dengan kemauannya sendiri binatang itu melewati Saijah, sebab baru saja ia mengalahkan gaya pendorong yang menguasaisegala benda, juga sesudah tidak ada lagi sebab musabab yang mendorongnya. Diapun berbalik, ia berdiri di atas kakinya yang umbang, tubuhnya yang umbang di atas anak itu, melindunginya dan dengan kepalanya yang bertanduk ia menghadapi macan itu. Biantang buas itu melompat, …tapi ia melompat untuk penghabisan kalinya. Kerbau itu menyambutnya dengan tanduknya, ia hanya kehilangan sedikit daging pada lehernya kena cakar oleh macan itu. Macan itu terkapar di tanah dengan perut terbuka, dan Saijah selamat.



Itulah sepengal kisah terkenal antara Saidjah dan Adinda dalam buku Max Havelaar karangan Multatuli yang terbit 1870, hampir 140 tahun yang lalu. Penggalan kisah di atas menunjukkan heroisme kerbau yang menyelamatkan Saidjah dari terkaman harimau. Lebih jauh, kerbau begitu berharga dalam kisah itu karena menjadi sumber penghidupan. Dengan kerbau sawah dapat dikerjakan. Tidak heran jika Ayah Saidjah begitu sedih ketika kerbaunya dirampas oleh pejabat kolonial. Bukan hanya sekali. Setiap kali dirampas, ayah Saidjah menjual benda berharga, mulai dari keris pusaka, kelambu, demi menggantikan kerbau yang dirampas.

Apa yang anda bayangkan jika mendengar kata kerbau? Mungkin akan terbayang sawah, petani, atau mungkin hewan yang jorok. Kerbau adalah binatang yang tidak begitu favorit. Kerbau diasosiasikan sebagai binatang yang bodoh. Dalam bahasa jawa ada ungkapan bodho longa-longo kaya kebo (bodoh tidak tahu apa-apa seperti kerbau). Kerbau (Latin: Bubalus Bubalis) adalah binatang memamah biak yang masih termasuk dalam subkeluarga bovinae. Binatang tidak diketahui persis asalnya tetapi banyak hidup di kawasan Asia Selatan.
Kerbau juga identik dengan binatang yang dikonotasikan jorok karena kegemarannya berkubang dalam lumpur. Tidak heran jika ada pasangan yang tidak sah juga diasosiasikan seperti kerbau karena mereka (melakukan) kumpul kebo.

Namun dalam beberapa budaya kerbau mendapat penghormatan yang tinggi. Kita bisa melihat kebudayaan Minangkabau, Toraja, bahkan Jawa. Kalau Anda jalan-jalan ke Bali dan mengunjungi Desa Tenganan, maka akan dijumpai kerbau-kerbau yang dibiarkan bebas berkeliaran di dekat rumah-rumah penduduk. Kerbau menjadi binatang yang tidak boleh diganggu karena dihormati. Dalam ragam kebudayaan tersebut ada berbagai cerita menarik tentang kerbau. Kerbau sebagai binatang juga mengajarkan sesuatu kepada manusia.
Tak ada salahnya jika kita melihat hal-hal baik yang dapat diambil dari seekor kerbau yang ternyata tidak selalu berkonotasi kotor dan dipandang sebelah mata. Sekaligus sambil bernostalgia ke masa lalu, ke alam pedesaaan dengan sawah menghijau dan hewan ternak yang menghiasinya.

Kerbau, Status Sosial dan Simbol Budaya
Dalam masyarakat agraris kerbau mendapatkan tempat yang khusus. Para petani biasa memelihara kerbau sebagai sarana untuk pertanian mereka. Dengan kerbau pekerjaan mengolah sawah menjadi ringan. Petani tidak perlu mengeluarkan energi mencangkul sawahnya karena dengan kerbau sebagai penghela tanah dapat dibajak. Tak jarang pula di masa lalu kerbau menjadi alat penarik gerobak (pedati) untuk mengangkut hasil pertanian.

Kerbau juga menjadi tanda kesejahteraan seorang petani. Semakin banyak kerbau yang ia miliki melambangkan kekayaan yang ia punya. Kerbau, sebagaimana dalam masyarakat Toraja menunjukkan status sosial seseorang. Kerbau menjadi alat transaksi yang bernilai tinggi. Hal ini sama halnya dengan sapi dalam masyarakat Madura, atau babi dalam beberapa kebudayaan di Papua.

Cerita rakyat dalam masyarakat Minangkabau menigsahkan bagaimana kerbau nenek moyang mereka mengalahkan kerbau bangsa Jawa yang lebih gagah dan berani. Kerbau Minangkabau yang diajukan sebagai lawan bertanding adalah anak kerbau yang tiga hari tidak menyusu. Anak kerbau itu telah dipasang pisau tajam (taji) di moncongnya sehingga ketika berhadapan dengan kerbau Bangsa Jawa terburailah kerbau bangsa Jawa karena dikira induk yang bisa disusui. Maka dikenallah Minangkabau (Manang Kabau), kerbau yang menang.

Dalam masyarakat Toraja pula kerbau (disebut tedong, kerembau) menunjukkan status sosial pemiliknya sekaligus mendapat peran yang sentral dalam setiap upacara dan pesta adat baik itu transaksi perkawinan, pewarisan, maupun pesta mati. Dalam upacara pemakaman diadakan penyembelihan kerabu yang biasanya jumlahnya banyak. Hal ini melambangkan bahwa kekayaan orang yang meninggal dibagikan kepada orang-orang yang ditinggalkan di dunia.

Setiap malam 1 Sura, di Keraton Surakarta selalu diadakan kirab pusaka yang pengiringnya (cucuk lampah) adalah kerbau bule. Kerbau tersebut diberi nama Kerbau Kyai Slamet. Pusaka dan kerbau menjadi lambang keselamatan. Adanya kirab pusaka menunjukkan lambang pengaharapan akan keselamatan sehingga masyarakat yang mengikuti beroleh keselamatan. Kerbau yang adalah lambang kekuatan dan kekayaan petani, dalam tradisi kirab pusaka tersebut menunjukkan legitimasi keraton atas rakyatnya yang sebagian besar adalah petani. Keraton melindungi dan memberi pengaharapan akan kesejahteraan rakyatnya.

Kebijaksanaan Kerbau
Kerbau juga termasuk dalam salah satu shio penanggalan Cina. Dan tahun 2009 adalah tahun ber-shio kerbau. Karakteristik shio kerbau ini adalah kemakmuran lewat keuletan dan kerja keras. Orang ber-shio kerbau bersifat sabar dan pekerja keras; mereka mendekati sebuah pekerjaan dengan langkah demi langkah yang menurut mereka terbaik, dan mereka tidak pernah kehilangan fokus terhadap tujuannya.

Karakteristik tahun kerbau ini sesuai dengan harapan bangsa ini yang masih berjuang demi kesejahteraan bersama. Perlu sebuah watak keuletan dan kerja keras seperti kerbau agar bangsa Indonesia bisa segera bangkit. Menarik untuk mengamati orang yang orang yang lahir dengan Shio Kerbau antara lain Putri Diana, Margaret Thetcher, Anthony Hopkins, Jim Carrey, Charlie Chaplin, Meg Ryan. Mereka dapat menjadi contoh dan inspirasi sebagai pribadi yang berpengaruh dan memberikan sumbangan bagi masyarakat dan dunia.

AA. Navis dalam cerita pendeknya, Bertanya Kerbau pada Pedati, membela kerbau sebagai binatang yang dapat memberontak. Dikisahkan, kerbau yang selalu dibebani beban berat menarik pedati yang berisikan barang kulakan dagangan sampai terberak-berak namun mereka berani berontak dengan keadaannya. AA. Navis menegaskan Zaman ini zaman revolusi, zaman perang kemerdekaan, di mana aku terlibat. Maka tidak ada suatu alternatif lain dalam pikiranku, bahwa hanya pemberontakanlah yang dapat mengatasi siksaan. Demi melihat kerbau itu begitu tersiksanya, dengan marah aku berteriak: “kalau kau manusia, berontaklah.” ” (AA. Navis, 2005, hlm. 469)

Kerbau tidak selalu identik dengan binatang yang bodoh dan jorok. Peranan kerbau dalam kehidupan masyakarat agraris menunjukkan bahwa kerbau adalah binatang yang sangat dibutuhkan. Aneka kebudayaan menunjukkan keluhuran kerbau seabgai hewan yang bermakna dan berharga.

Dalam kehidupan masyarakat agraris, anak-anak menggembalakan kerbau orang tua mereka di padang. Anak-anak gembala itu duduk sambil bermain-main menunggui kerbau-kerbau keluarga mereka yang sedang merumput atau memamah biak. Nostalgia alam pedesaan ini mengingatkan kita akan lambang penerbit KOMPAS dengan anak gembala di atas punggung kerbau. Di atas punggung kerbau yang sedang digembalakan di ladang anak dapat memperoleh kebebasan dalam dunianya menikmati indahnya alam sambil memainkan serulingnya menyanyikan lagu kehidupan. Ah… andai masa seperti itu masih ada.